RESI BISMA GUGUR

Di pesanggrahan diadakan pertemuan antara Prabu Matsuapati, Prabu Kresna,para Pandhawa, dan Dewi Wara Srikandi. Pokok bahasan dalam pertemuan adalah krida Resi Seta di palagan Kuruseta, serta menentukan tindak lanjut baratayuda. Prabu Matsuapati menyesali ketiga orang putranya yang telah mati. Raden Utara dan Raden Wratsangka telah mendahului mati di medan laga, kemudian disusul putranya yang pertama Resi Seta. Akhirnya Prabu Matsuapati meneguhkan hati dengan berkata:”Ketiga orang anakku laki-laki mati di medan laga . Mereka mati membela negara dan demi putra-putra Pandawa.Mereka mati suci. Anakku Seta, Utara, Wratsangka, aku berdoa semoga engkau diterima di surge. Anakku tinggal satu Utari.”

Prabu Matsuapati mulai berbicara tentang Resi Bisma. Ia bertanya kepada Prabu Kresna, siapa yang dapat diangkat menjadi Senapati Pandawa dan mampu melawan Resi Bisma. Prabu Kresna belum dapat menjawab seketika, dalam hati Prabu Kresna bercerita:

“Eyang Bisma, Eyang Maharsi Bisma putra Prabu Sentanudewa. Ketika masih muda Resi Bisma bernama Dewabrata. Sang Dewabrata putra tunggal Prabu Sentanudewa dengan Dewi Ganggawati. Prabu Sentanudewa ingin kawin lagi. Sang Prabu tergiur putri cantik janda Begawan Parasara yang bernama Dewi Durgandini. Lamaran Sang Prabu diterima dengan syarat: pertama, jika Dewi Durgandini berputra laki-laki, putranyalah yang berhak menggantikan Prabu Sentanudewa sebagai raja Astina, bukan Dewabrata. Kedua, kelak yang menduduki tahta Astina untuk selanjutnya juga bukan keturunan Dewabrata, melainkan anak cucu Dewi Durgandini. Sang Dewabrata yang sangat cinta dan berbakti kepada orang tuanya itu ia mendukung terlaksananya perkawinan ayahnya dengan Dewi Durgandini. Untuk kepentingan itu Sang Dewabrata berjanji: pertama, Sang Dewabrata tidak berkehendak menjadi raja Astina menggantikan ayahnya. Kedua, tidak akan kawin untuk selama-lamanya (wahdat) dan akan hidup sebagai Brahmacarya di pertapaan.

Perkawinan Prabu Sentanudewa dengan Dewi Durgandani melahirkan putra dua orang yaitu Raden Citragada dan Raden Wicitrawirya. Kedua orang putra tersebut sangat disayang oleh orang tuanya dan oleh Sang Dewabrata.

Pada suatu hari negeri Kasi mengadakan sayembara merebutkan putri raja bertiga,yaitu Dewi Amba, Dewi Ambika, dan Dewi Ambalika. Bentuk sayembara adalah memenangkan perang dengan dua orang raksasa, yaitu Wahmuka dan Arimuka. Telah banyak para raja dan satria mengikuti sayembara, tidak ketinggalan pula Sang Dewabrata. Para raja mancanegara menjadi heran melihat sang Dewabrata mengikuti sayembara, sebab mereka tahu bahwa Sang Dewabrata menjalani wahdat, untuk apa ia ikut sayembara. Para putrid raja juga bertanya-tanya, mau apa Dewabrata ikut-ikut sayembara. Para putri raja tidak menaruh simpati kepada Sang Dewabrata. Dewi Amba justru tertarik kepada seorang raja yang bernama Prabu Salwa. Sayembara berlangsung, para raja dan satria berganti-ganti melawan Wahmuka dan Arimuka, tetapi tak seorangpun dapat mengalahkannya. Tiba gilirannya Sang Dewabrata memasuki sayembara. Sang Dewabrata yang sakti itu dapat membunuh Wahmuka dan Arimuka. Maka dari itu ketiga orang putrid raja yaitu Dewi Amba, Dewi Ambika, dan Dewi Ambalika menjadi boyongan Sang Dewabrata. Sang Dewabrata tahu bahwa banyak para raja yang mengingikan putri-putri itu menjadi boyongannya. Oleh karena itu Sang Dewabrata mengumumkan, siapa saja yang dapat mengalahkan Sang Dewabrata semua putrid akan diserahkan. Namun tidak ada seorangpun yang dapat mengungguli kesaktian Sang Dewabrata. Setelah semua permasalahan dapat diatasi oleh Sang Dewabrata, kereta angkasa telah siap mengankut putri-putri boyongan dibawa pulang ke Astina. Tanpa diduga oleh Sang Dewabrata putrid tertua, yaitu Dewi Amba mengeluarkan isi hatinya, bahwa ia telah menaruh cinta kepada Prabu Salwa. Dengan alasan itu Dewi Amba tidak mau diboyong ke Astina. Sang Dewabrata satria yang luhur budi mengabulkan permohonan Dewi Amba. Dengan besar hati Dewi Amba akan menemui Prabu Salwa. Dengan singkat Dewi Amba dapat menghadap Prabu Salwa, kemudian Dewi Amba menumpahkan rasa cinta kasih kepada Prabu Salwa. Sang raja yang juga menaruh cinta kepada Dewi Amba ia merasa gembira menerima ungkapannya. Tetapi Prabu Salwa merasa hina jika menerima Dewi Amba dan disarankan agar kembali kepada Dewabrata.

Dengan rasa sedih dan malu Dewi Amba menuju tempat Sang Dewabrata menunggu. Dengan hati berat dan kata tersendat-sendat Dewi Amba menyerahkan diri kepada Sang Dewabratauntuk diperistri. Tetapi Sang Dewabrata berteguh hati akan hidup sebagai maharsi, maka tuntutan Dewi Amba ditolak.

Sekali lagi, Sang Dewabrata tetap menolak. Walaupun menanggung malu Dewi Amba merayu agar Sang Dewabrata mau mengampu. Sang Dewabrata membentak dan menyuruh pergi Sang Dewi. Untuk menakut-nakut Sang Dewabratai Sang Dewi, Sang Dewabrata menarik busur panah. Sang Dewabrata tidak menyangka bahwa anak panah terlepas dari tangannya menembus dada Amba sehingga menemui ajalnya. Nyawa Dewi Amba berkata bahwa ia akan membalas sang Dewabrata dalam perang baratayuda dengan perantaraan prajurit wanita dari Pandawa.

Sang Dewabrata dengan dua orang putri boyongan naik kereta angkasa menuju Astina. Setelah sampai di Astina kedua orang putri boyongan dipersembahkan kepada ayahanda, selanjutnya Dewi Ambika dikawinkan dengan Raden Citragada, Dewi Ambalika dikawinkan dengan Raden Wicitrawirya. Adapun Sang Dewabrata meninggalkan Astina menjadi Brahmacarya dipertapaan Talkandha dengan sebutan Brahmana Resi Wara Bisma, artinya prajurit wahdat yang sangat sakti. Resi Bisma tidak akan kalah perang walaupun lawannya para dewa. Resi Bisma tidak akan dapat mati jika tidak atas permintaannya sendiri. Dewi Amba akan membalas Resi Bisma dalam perang Baratayuda dengan perantara prajurit wanita dari Pandawa”.

Setelah beberapa saat Prabu Kresna mengenang riwayat Resi Bisma maka munculah gagasan akan mengankat senapati putri.

Prabu Kresna segera menjawab pertanyaan Prabu Matsupati bahwa senopati Pandawa adalah Dewi Wara Srikandi. Ketika itu roh Dewi Amba telah melayang-layang dalam ruang pertemuan. Setelah ada ketetapan bahwa Dewi Wara Srikandi diangkat menjadi senapati maka roh Dewi Amba menyatu ke dalam raga Dewi Wara Srikandi. Prabu Kresna memberi petunjuk dan pesan-pesan seperlunya kepada prajurit Srikandi. Dengan semangat tinggi barisan prajurit Srikandi menuju ke medan laga menghadapi tantangan Resi Bisma. Dari jauh Resi Bisma telah melihat barisan prajurit wanita. Resi Bisma heran mengapa Pandawa mengerahkan prajurit wanita, padahal putra-putra Pandawa masih utuh belum ada yang kalah.

Para prajurit menghujani panah kepada Sang Resi, tetapi satupun tidak ada yang melukainya. Resi Bisma terus maju memecah belah barisan prajurit putri. Sampailah sudah Resi Bisma berhadapan dengan Sang Senapati, yaitu Dewi Wara Srikandi. Dewi Bisma memandang wajah Dewi Wara Srikandi terbayang Dewi Amba menagih janji. Sang Resi bersabda:”Cucuku Wara Srikandi, telah sampai pada saatnya, bahwa eyang akan mati. Cucuku, lepaskan panahmu ke ulu hatiku!”

Setelah Dewi Wara Srikandi mengambil sembah segera melepas panah Pasopati, tepat mengenai dada Sang Resi. Ampuhnya panah menjadikan Sang Resi jatuh ke tanah, luka parah menyebabkan Sang Resi menyerah. Para Pandawa dan Kurawa dating bersembah. Resi Bisma yang berlumuran darah minta kepada cucunya agar menyediakan bantal. Prabu Duryudana dengan cepat menyodorkan bantal dan guling yang indah-indah, tetapi Resi Bisma tidak mau menerima. Prabu Kresna tahu sasmita, kemudian ia member tahu kepada Raden Janaka mencari bantal yang terbuat dari potongan-potongan senjata yang diikat. Resi Bisma sangat gembira mengenakan bantal dari potongan-potongan senjata yang diikat. Raden Janaka dipuji karena kesatrianya. Selanjutnya Resi Bisma minta minum. Prabu Duryudana membawakan minuman segar dan enak. Resi Bisma tidak mau menerima. Raden Janaka menyampaikan sisa minuman kuda (komboran), maka diterimalah minuman itu oleh Sang Resi dengan senang hati. Yang terakhir Resi Bisma minta payung agung. Raden Werkudara tahu sasmita, ia segera mencabut pohon beringin yang besar. Para Kurawa mengira bahwa Raden werkudara akan mengamuk, maka para Kurawa bubar melarikan diri. Resi Bisma sangat memuja para Pandawa yang tahu diri. Setelah Resi Bisma dipayungi dengan pohon beringin yang rindang ia pamit kepada para Pandawa, ujarnya: “Duh cucuku Pandawa, kamu pandai mengantar aku ke swarga loka. Cucuku Kresna dan para Pandawa, eyang pamit akan ke nirwana. Aku doakan Pandawa menang dalam baratayuda”. Setelah Resi Bisma menyampaikan kata-kata itu terhembuslah nafas terakhir, Resi Bisma gugur.

Daftar Pustaka

Bastomi, Suwaji.Gelis Kenal Wayang.2001.Surakarta:Pustaka Baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wacan Deskripsi

Tanggap Wacana ing Pahargyan Warsa Enggal/Tahun Baru

NGRINGKES TEKS